Mengenal Pulau Lombok
Pulau
Lombok (jumlah penduduk pada tahun 2001: 2.722.123 jiwa)[1] adalah sebuah pulau
di kepulauan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara yang terpisahkan oleh Selat Lombok
dari Bali di sebelat barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau
ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam "ekor" di sisi barat
daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Luas pulau ini mencapai 5.435 km²,
menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar pulau berdasarkan luasnya di
dunia. Kota utama di pulau ini adalah Kota Mataram.
Selat
Lombok menandai batas flora dan fauna Asia. Mulai dari pulau Lombok ke arah
timur, flora dan fauna lebih menunjukkan kemiripan dengan flora dan fauna yang
dijumpai di Australia daripada Asia [2]. Ilmuwan yang pertama kali menyatakan
hal ini adalah Alfred Russel Wallace, seorang Inggris di abad ke-19. Untuk
menghormatinya maka batas ini disebut Garis Wallace.
Topografi
pulau ini didominasi oleh gunung berapi Rinjani yang ketinggiannya mencapai
3.726 meter di atas permukaan laut dan menjadikannya yang ketiga tertinggi di
Indonesia. Gunung ini terakhir meletus pada bulan Juni-Juli 1994. Pada tahun
1997 kawasan gunung dan danau Segara Anak ditengahnya dinyatakan dilindungi
oleh pemerintah. Daerah selatan pulau ini sebagian besar terdiri atas tanah
subur yang dimanfaatkan untuk pertanian, komoditas yang biasanya ditanam di
daerah ini antara lain jagung, padi, kopi, tembakau dan kapas.
Menurut
isi Babad Lombok, kerajaan tertua yang pernah berkuasa di pulau ini bernama
Kerajaan Laeq (dalam bahasa sasak laeq berarti waktu lampau), namun sumber lain
yakni Babad Suwung, menyatakan bahwa kerajaan tertua yang ada di Lombok adalah
Kerajaan Suwung yang dibangun dan dipimpin oleh Raja Betara Indera. Kerajaan
Suwung kemudian surut dan digantikan oleh Kerajaan Lombok. Pada abad ke-9
hingga abad ke-11 berdiri Kerajaan Sasak yang kemudian dikalahkan oleh salah
satu kerajaan yang berasal dari Bali pada masa itu. Beberapa kerajaan lain yang
pernah berdiri di pulau Lombok antara lain Pejanggik, Langko, Bayan, Sokong
Samarkaton dan Selaparang.
Kerajaan
Selaparang sendiri muncul pada dua periode yakni pada abad ke-13 dan abad
ke-16. Kerajaan Selaparang pertama adalah kerajaan Hindu dan kekuasaannya
berakhir dengan kedatangan ekspedisi Kerajaan Majapahit pada tahun 1357.
Kerajaan Selaparang kedua adalah kerajaan Islam dan kekuasaannya berakhir pada
tahun 1744 setelah ditaklukkan oleh gabungan pasukan Kerajaan Karangasem dari
Bali dan Arya Banjar Getas yang merupakan keluarga kerajaan yang berkhianat
terhadap Selaparang karena permasalahan dengan raja Selaparang. [3]. Pendudukan
Bali ini memunculkan pengaruh kultur Bali yang kuat di sisi barat Lombok,
seperti pada tarian serta peninggalan bangunan (misalnya Istana Cakranegara di
Ampenan). Baru pada tahun 1894 Lombok terbebas dari pengaruh Karangasem akibat
campur tangan Batavia (Hindia Belanda) yang masuk karena pemberontakan orang
Sasak mengundang mereka datang. Namun demikian, Lombok kemudian berada di bawah
kekuasaan Hindia Belanda secara langsung.
Masuknya Jepang (1942)
membuat otomatis Lombok berada di bawah kendali pemerintah pendudukan Jepang
wilayah timur. Seusai Perang Dunia II Lombok sempat berada di bawah Negara
Indonesia Timur, sebelum kemudian pada tahun 1950 bergabung dengan Republik
Indonesia.
Disamping
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, penduduk pulau Lombok (terutama suku
Sasak), menggunakan bahasa Sasak sebagai bahasa utama dalam percakapan
sehari-hari. Di seluruh Lombok sendiri bahasa Sasak dapat dijumpai dalam empat
macam dialek yang berbeda yakni dialek Lombok utara , tengah, timur laut dan
tenggara. Selain itu dengan banyaknya penduduk suku Bali yang berdiam di Lombok
(sebagian besar berasal dari eks Kerajaan Karangasem), di beberapa tempat
terutama di Lombok Barat dan Kotamadya Mataram dapat dijumpai perkampungan yang
menggunakan bahasa Bali sebagai bahasa percakapan sehari-hari.
Sebagian
besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam. Agama kedua
terbesar yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para
penduduk keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di
sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan
terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim
di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan
(NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan
berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.
Di
Kabupaten Lombok Utara, tepatnya di daerah Bayan, terutama di kalangan mereka
yang berusia lanjut, masih dapat dijumpai para penganut aliran Islam Wetu Telu
(waktu tiga). Tidak seperti umumnya penganut ajaran Islam yang melakukan salat
lima kali dalam sehari, para penganut ajaran ini mempraktikan salat wajib hanya
pada tiga waktu saja. Konon hal ini terjadi karena penyebar Islam saat itu
mengajarkan Islam secara bertahap dan karena suatu hal tidak sempat
menyempurnakan dakwahnya.
Di
Cakranegara (dulu bernama kerajaan Cakranegara) Kota Mataram sekarang, dulunya
ditemukan Naskah Lontar Kuno oleh Ekspedisi belanda (KNIL) kemudian diambil
lalu dibawa ke Belanda, naskah lontar ini sebenarnya berada di Kerajaan
Selaparang (sekarang sekitar daerah Pringgabaya, Lombok Timur), namun pada saat
peperangan antara Bali dan Lombok, kerajaan Selaparang telah kalah karena
diserang secara tiba-tiba, dan akhirnya semua harta benda milik kerajaan
selaparang dirampas oleh pasukan Bali, sisa-sisa yang tidak terbawa kemudian
dibakar. Termasuk mahkota emas Raja selaparang (Pemban Selaparang) dan naskah
lontar Negara Kertagama yang sedang dipelajarai oleh para Putra dan Perwira
kerajaan Selaparang. halaman ini ditambahkan oleh Lalu Zulkarnain, bekerja pada
Sekretariat Daerah Kota Mataram.
Lombok dalam banyak hal
mirip dengan Bali, dan pada dasawarsa tahun 1990-an mulai dikenal wisatawan
mancanegara. Namun dengan munculnya krisis moneter yang melanda Indonesia pada
akhir tahun 1997 dan krisis-krisis lain yang menyertainya, potensi pariwisata
agak terlantarkan. Lalu pada awal tahun 2000 terjadi kerusuhan antar-etnis dan
antar agama di seluruh Lombok sehingga terjadi pengungsian besar-besaran kaum
minoritas. Mereka terutama mengungsi ke pulau Bali. Namun selang beberapa lama
kemudian situasi sudah menjadi kondusif dan mereka sudah kembali. Pada tahun
2007 sektor pariwisata adalah satu-satunya sektor di Lombok yang berkembang.
0 komentar:
Posting Komentar